Kamis, 16 Juli 2009

MAHESA ANABRANG

KEBO ANABRANG/ MAHESA ANABRANG & DARA JINGGA


Mahesa Anabrang, atau juga disebut dengan nama Kebo Anabrang dan Lembu Anabrang, adalah seorang senapati Kerajaan Singasari yang diutus untuk menjalin persahabatan dengan kerajaan Malayu, dan dikenal sebagai Ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1288, Mahesa Anabrang telah menaklukkan seluruh wilayah Melayu, termasuk Kerajaan Melayu Jambi dan Sriwijaya.

Diduga kuat Mahesa Anabrang ini adalah orang yang sama dengan tokoh yang dikenal sebagai Adwaya Brahman atau Adwayawarman, ayah dari Adityawarman yang disebutkan dalam Prasasti Kuburajo I di Kuburajo, Limo Kaum, dekat Batusangkar, Sumatera Barat. Menurut pembacaan Prof. H. Kern yang diterbitkan tahun 1917, tertulis bahwa batu prasasti itu "dikeluarkan oleh Adityawarman, yang merupakan putra dari Adwayawarman dari keluarga Indra. Dinyatakan juga bahwa Adityawarman menjadi raja di Kanakamedini (Swarnadwipa) Menurut piagam jawa kuno Amoghapasa tahun 1286 Mahamentri Adwaya Brahman adalah keturunan Raja Kertanagara sehingga masih memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat dengan Putri Gayatri yang merupakan putri bungsu Kertanagara istri dari Raden Wijaya.
Panglima Ekspedisi Pamalayu
Pada tahun 1275 Kertanagara raja Singhasari mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Dharmasraya di Pulau Sumatra. Pengiriman pasukan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu.

Nama komandan Ekspedisi Pamalayu ditemukan dalam Kidung Panji Wijayakrama, yaitu Mahisa Anabrang, yang artinya ialah “kerbau yang menyeberang”. Dapat dipastikan kalau ini bukan nama asli. Kiranya pengarang kidung tersebut juga tidak mengetahui dengan pasti siapa nama asli sang komandan. Ekspedisi Pamalayu memperoleh keberhasilan. Nagarakretagama mencatat Melayu masuk ke dalam daftar jajahan Singhasari selain Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Pasukan Pamalayu kembali ke Jawa tahun 1293. Pada prasasti Padangroco tertulis bahwa, arca Amoghapasa dikawal dari Jawa oleh 14 orang, termasuk Adwayabrahma (Mahisa Anabrang) yang ditulis paling awal. Adwayabrahma sendiri menjabat sebagai Rakryan Mahamantri pada pemerintahan Prabu Kertanagara. Pada zaman itu, jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi atau gelar kehormatan yang hanya boleh disandang oleh kerabat raja. Mungkin yang dimaksud dengan istilah “dewa” dalam Pararaton adalah jabatan Rakryan Mahamantri ini. Jadi, Dara Jingga diserahkan kepada seorang Rakryan Mahamantri bernama Adwayabrahma, sehingga lahirlah Adityawarman.
Dari pernikahan Mahisa Anabrang dengan Dara Jingga memiliki putra: (menurut Babad Arya Tabanan):
a. Arya Cakradara (suami dari Tribuana Wujayatunggadewi)
b. Arya Damar (Raja di Palembang)
c. Arya Kenceng (Raja Tabanan,Bali)
d. Arya Kutawandira
e. Arya sentong
Merekalah yang kemudian bersama-sama Gajahmada, berperang untuk menaklukkan Kerajaan Bedahulu di Bali pada sekitar tahun 1340. Empat Putra yang terakhir menetap dan mempunyai keturunan di Bali. Arya kenceng kemudian menurunkan raja-raja Tabanan dan Badung (wilayahnya kira-kira meliputi Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar) yang terkenal dengan perang puputan ketika menghadapi penjajah Belanda pada tahun 1906.
Kemudian muncul anggapan bahwa Adwayabrahma pemimpin rombongan Amoghapasa identik dengan Mahisa Anabrang komandan Pamalayu. Sebenarnya identifikasi ini cukup menarik. Mahisa Anabrang adalah pahlawan penakluk Melayu. Jadi cukup wajar kalau Raden Wijaya menyerahkan Dara Jingga kepadanya sebagi penghargaan.
Nama tokoh ini juga ditemukan pada prasasti yang tertulis di alas arca Amoghapasa, yang ditemukan di Padang Roco, dekat Sei Langsat, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Menurut pembacaan R. Pitono, tertulis bahwa arca itu adalah hadiah perkawinan Kertanagara kepada seorang bangsawan Sumatera,
"bersama dengan keempat belas pengiringnya dan saptaratna, dibawa dari Bhumi Jawa ke Swarnnabhumi" dan bahwa "Rakyan Mahamantri Dyah Adwayabrahma" adalah salah seorang pengawal arca tersebut.
Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Mahesa Anabrang membawa Dara Jingga dan Dara Petak beserta keluarganya kembali ke Pulau Jawa untuk menemui Prabu Kertanagara yaitu raja yang mengutusnya.

Setelah sampai di Jawa, ia mendapatkan bahwa Prabu Kertanagara telah tewas dan Kerajaan Singhasari telah musnah oleh Jayakatwang, Raja Kadiri. Jayakatwang itu sendiri telah tewas dibunuh pasukan Mongol yang akhirnya diserang oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Singhasari.
Oleh karena itu, Dara Petak, adik Dara Jingga kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya, yang kemudian memberikan keturunan Raden Kalagemet atau Sri Jayanagara, raja Majapahit ke-2. Dengan kata lain, raja Majapahit ke-2 adalah keponakan Mahesa Anabrang dan sepupu Adityawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung. Perjalanan Mahesa Anabrang dalam kancah politik Majapahit sendiri terbilang singkat. Ia terlibat dalam penumpasan pemberontakan Ranggalawe tahun 1295 dan gugur dalam tugas di tangan Lembu Sora, paman Ranggalawe.Dara Jingga adalah putri dari Tribuanaraja Mauliawarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya dan juga merupakan kakak kandung dari Dara Petak. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa dinikahi oleh Adwaya Brahman (Kebo Anabrang), pemimpin Ekspedisi Pamalayu. Setelah beberapa lama di Majapahit, akhirnya Dara Jingga memutuskan kembali ke Dharmasraya. Dara Jingga juga dikenal sebagai Bundo Kanduang dalam Hikayat Minangkabau.

3 komentar:

  1. Bila di crosscheck dgn Babad Kanuruhan di Bali, maka Mahesa Anabrang atau Kebo Anabrang dan juga dijuluki Sirarya Singasardula (bila dimedan perang mengamuk bagai singa) adalah julukan untuk Rakryan Kanuruhan, patih utama Singasari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan...yg mendapat gelar arya singha sardhula itu anaknya kebo anabrang yaitu kebo taruna

      Hapus
  2. di babad arya kanuruhan..putra dari kebo anabrang adalah Kebo Taruna yg ke Bali disebut Arya Kanuruhan

    BalasHapus